Flexing Gaya Pejabat Jadi Sorotan Nasional: Nikahan Mewah? KPK dan PPATK Didorong Usut Sumber Dana

HAI GARUT – Sebuah pesta pernikahan mewah yang mempertemukan dua anak pejabat tinggi negara mendadak menjadi sorotan tajam publik. Acara sakral yang digelar di ibu kota itu bukan hanya dipenuhi kemewahan, tetapi juga meninggalkan duka mendalam akibat insiden tragis yang menewaskan tiga orang: dua warga sipil dan satu anggota kepolisian.
Pasangan pengantin yang menjadi pusat perhatian adalah Putri Karlina, anak dari Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto, dan Maula Akbar, putra dari Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. Alih-alih menjadi momen bahagia semata, pesta pernikahan tersebut justru menuai kritik luas dari masyarakat hingga pengamat kebijakan publik.
Kemewahan yang Dipertanyakan
Yang menjadi pusat sorotan bukan hanya besarnya skala acara, namun juga nilai mahar fantastis dan dugaan pemborosan anggaran. Netizen menilai pesta tersebut mencerminkan gaya hidup berlebihan yang tak sejalan dengan kondisi ekonomi rakyat. Berbagai elemen masyarakat sipil bahkan menyebutnya sebagai bentuk “flexing” kelas elit politik yang telah kehilangan kepekaan sosial.
“Pesta seperti ini mencederai rasa keadilan masyarakat. Di saat rakyat banyak yang kesulitan ekonomi, para pejabat justru mempertontonkan kemewahan luar biasa. Ini bukan sekadar pesta keluarga, ini etalase ketidakpedulian,” ujar Uchok Sky Khadafi**, Direktur Center For Budget Analysis (CBA), Minggu (20/7/2025).
Menurut Uchok, perlu ada penelusuran serius oleh KPK dan PPATK terhadap sumber dana pesta dan mahar yang diberikan. Ia mempertanyakan apakah pembiayaan itu bersumber dari kekayaan pribadi yang sah atau justru berpotensi masuk ke ranah gratifikasi.
Desakan dari Aktivis dan Penggiat Transparansi
Senada dengan Uchok, Ketua Garut Governance Watch (GGW), Agus Gandi, juga menyuarakan keprihatinan. Ia menilai bahwa kemewahan pernikahan itu mencederai moralitas publik, terutama karena salah satu pihak berasal dari daerah yang masih dihimpit ketimpangan sosial dan ekonomi.
“Mewahnya pesta ini jadi pukulan moral bagi warga Garut dan Jawa Barat. Sementara banyak warga kesulitan makan dan akses pendidikan, para pejabat justru seolah berpesta di atas penderitaan rakyat,” ujar Agus.
Agus menduga adanya potensi aliran dana tidak wajar, bahkan tak menutup kemungkinan adanya praktik pencucian uang yang terselubung di balik pesta ini. Ia mendesak KPK dan PPATK segera melakukan penyelidikan komprehensif, baik terhadap keluarga mempelai perempuan maupun laki-laki.

Tragedi di Balik Panggung Glamor
Lebih dari sekadar urusan etika, pesta ini juga menyisakan tragedi. Tiga nyawa melayang saat pelaksanaan acara: dua warga sipil dan satu anggota kepolisian yang bertugas dalam pengamanan. Meski penyelidikan masih berlangsung, insiden ini menimbulkan tanda tanya besar soal protokol keselamatan dan manajemen risiko dalam acara sebesar itu.
Pengamat kepolisian menilai bahwa insiden ini harus ditangani secara serius, bukan hanya dengan prosedur internal, tetapi juga perlu keterlibatan lembaga independen guna memastikan akuntabilitas dan keadilan bagi korban.
Bayang-Bayang Preseden Masa Lalu
Publik tentu belum lupa pada skandal gaya hidup mewah keluarga pejabat yang mengguncang Kementerian Keuangan pada 2023 silam. Kasus Mario Dandy Satriyo, putra pejabat Ditjen Pajak yang memamerkan Jeep Rubicon dan Harley-Davidson, menjadi pelajaran pahit tentang pentingnya integritas dan kesederhanaan pejabat publik.
Kasus serupa juga menimpa Eko Darmanto, pejabat Bea Cukai DIY, yang dicopot karena kerap memamerkan kendaraan mewah. Kini, publik menuntut agar pesta pernikahan yang mengundang polemik ini tak luput dari pengawasan.
KPK dan PPATK Diminta Turun Tangan
Sejumlah tokoh masyarakat, aktivis antikorupsi, hingga organisasi sipil secara tegas meminta KPK dan PPATK untuk melakukan investigasi menyeluruh atas pembiayaan pesta ini. Mereka berharap kejadian ini bisa menjadi momentum memperkuat kembali prinsip transparansi dan akuntabilitas di tubuh pejabat publik.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak KPK maupun PPATK. Namun, tekanan publik kian menguat agar pesta megah ini tak berakhir hanya sebagai bahan perbincangan, tetapi juga dijadikan pintu masuk penyelidikan terhadap potensi pelanggaran etika dan hukum.
Pesta pernikahan adalah hak setiap individu, namun ketika melibatkan pejabat publik, etika, transparansi, dan akuntabilitas menjadi hal yang tak bisa dikesampingkan. Masyarakat berhak tahu apakah pesta mewah itu dibangun dari jerih payah pribadi yang sah, atau justru dari potensi penyalahgunaan jabatan.***