PP Santri Pasundan: “Trans7 Berikan Kado Pahit Jelang Hari Santri Nasional”

HAI GARUT – Pimpinan Pusat (PP) Santri Pasundan menyampaikan kecaman keras terhadap salah satu stasiun televisi swasta nasional, Trans7, atas penayangan program yang dinilai mendeskriditkan pondok pesantren. Tayangan tersebut, menurut mereka, tidak hanya mencederai lembaga pendidikan Islam, tetapi juga menyinggung marwah para ulama dan santri di seluruh Indonesia.
Ketua Umum PP Santri Pasundan, Aceng Ahmad Nasir, S.Ag., M.A., menilai bahwa tayangan itu mengandung narasi dan visual yang melecehkan nilai-nilai kepesantrenan. Ia menegaskan, dampak dari tayangan tersebut bukan sekadar pada satu pesantren, melainkan berpotensi menimbulkan stigma negatif terhadap seluruh pesantren di Indonesia.
“Narasi yang dibangun oleh Trans7 jelas-jelas telah melecehkan nilai-nilai kepesantrenan. Ini bukan hanya soal isi, tapi soal marwah, harga diri, dan sejarah panjang perjuangan santri serta pondok pesantren dalam membangun bangsa,” tegas Aceng Nasir, Selasa (14/10/2025).
Menurut data Kementerian Agama tahun 2024/2025, Indonesia memiliki 42.433 pondok pesantren aktif, meningkat signifikan dibanding satu dekade lalu. Provinsi Jawa Barat menjadi wilayah dengan jumlah terbanyak, yakni 13.005 pesantren, disusul oleh Jawa Timur (7.347) dan Banten (6.776). Jumlah tersebut belum termasuk pesantren nonterdaftar yang jumlahnya bisa dua kali lipat lebih banyak.
Aceng menegaskan, pondok pesantren memiliki kontribusi besar dalam sejarah bangsa, baik sebelum maupun sesudah kemerdekaan. Para santri, kata dia, telah melahirkan banyak tokoh nasional dan memainkan peran penting dalam pembentukan karakter bangsa.
“Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan yang membentuk moral, karakter, dan jiwa nasionalisme. Tayangan seperti itu justru menodai perjuangan para ulama dan santri yang menjadi bagian dari sejarah bangsa,” ujarnya.
Lebih lanjut, PP Santri Pasundan menuntut pihak manajemen Trans7 dan pemiliknya, Chairul Tanjung, untuk menyampaikan permintaan maaf terbuka dan mendatangi langsung Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, yang disebut-sebut terseret dalam tayangan kontroversial tersebut.
Selain itu, PP Santri Pasundan juga mendesak Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Komisi I DPR RI, dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk segera melakukan investigasi dan menjatuhkan sanksi tegas kepada pihak stasiun televisi tersebut.
“Kami meminta pemerintah melalui KPI dan Kominfo turun tangan. Jangan sampai hal ini dibiarkan karena bisa memantik ketidakstabilan sosial dan merusak kepercayaan publik terhadap media nasional,” tambahnya.
Menurut Aceng, media seharusnya berperan dalam menyampaikan informasi yang edukatif, informatif, dan membangun, bukan justru menciptakan propaganda atau narasi yang menimbulkan keresahan di masyarakat.
“Media punya tanggung jawab moral. Mereka harus jadi pencerah, bukan provokator,” tuturnya.
Sebagai penutup, Aceng menyebut tayangan itu sebagai “kado pahit menjelang Hari Santri Nasional” yang diperingati setiap 22 Oktober.
“Bukannya apresiasi, tapi malah luka bagi kami para santri. Ini kado pahit yang sangat menyakitkan,” pungkasnya.






